ANDI FATMA REKYANTI - 2046055

Pantai Akkarena 


merupakan destinasi wisata bahari yang berada di pesisir wilayah Tanjung Bunga, Makassar.  Nama Akkarena berasal dari bahasa Makassar yang berarti bermain, karena lokasinya menjadi destinasi berlibur. Pantai Akkarena dibuka untuk umum sejak tahun 1998 dengan luas 10 hektare. Tak hanya menawarkan keindahan pantai, wisatawan dapat menikmati berbagai watersport hingga cafe-cafe unik. Pantai Akkarena setiap harinya dikunjungi ratusan wisatawan yang ingin menikmati keindahan pantainya. Pada hari-hari libur, jumlahnya mencapai ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara.

Gemuruh ombak, semilir angin menghempas mewarnai suasana di bibir Pantai Akarena. Eksotisme pantai ini menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Pantai Akkarena relatif bersih dan terawat dengan baik. Suasananya tenang, damai, dan nyaman untuk bersantai menikmati keindahan pesisir. Pantai Akkarena merupakan pantai berpasir hitam yang mempesona sebagai pilihan bersantai bersama keluarga. Pantai ini dilengkapi berbagai arena bermain anak-anak seperti jungkat-jungkit, ayunan maupun papan luncur. Baru baru ini, pihak pengelola menyediakan fasilitas WiFi gratis demi kenyamanan wisatawan


Pantai Losari 



(Makassar: ᨄᨈᨕᨗ ᨒᨚᨔᨑᨗ) adalah sebuah pantai yang terletak di sebelah barat Kota MakassarProvinsi Sulawesi SelatanIndonesia. Pantai ini menjadi tempat bagi warga Makassar untuk menghabiskan waktu pada pagi, sore, dan malam hari menikmati pemandangan matahari tenggelam yang sangat indah.[1] Jarak Pantai Losari dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin kurang lebih 20 kilometer memakan waktu sekitar 30 menit jika melalui Jalan Tol Insinyur Sutami. pantai ini dikenal dengan pusat makanan laut dan ikan bakar di malam hari (karena para penjual dan pedagang hanya beroperasi pada malam hari), serta disebut-sebut sebagai warung terpanjang di dunia (karena warung-warung tenda berjejer di sepanjang pantai yang panjangnya kurang lebih satu kilometer).[2] Salah satu penganan khas Makassar yang dijajak di warung-warung tenda itu adalah pisang epe (pisang mentah yang dibakar, kemudian dibuat pipih, dan dicampur dengan air gula merah) Paling enak dimakan saat masih hangat dengan berbagai topping diatasnya seperti parutan keju, selai stroberi, dll.

Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah dipindahkan pada sebuah tempat di depan rumah jabatan Wali kota Makassar yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari

Setiap hari Minggu, masyarakat dapat menikmati hari bebas kendaraan bermotor sampai jam sepuluh pagi. Kegiatan utama yang dilakukan adalah olahraga lari dan sepeda, yang biasanya dilanjutkan dengan sarapan bubur ayambaroncong, atau nasi kuning. Pada sore hari, semua orang bisa menikmati proses atau detik-detik tenggelamnya matahari. Memasuki waktu malam akan semakin banyak penjual makanan yang berjejer di sepanjang pantai, khususnya penjual pisang epe.

Pantai ini juga selalu menjadi titik kumpul masyarakat Makassar pada malam perayaan tahun baru untuk menyaksikan kembang api.Tahun 2006 pantai Losari tampil dengan wajah baru, dengan nama ikon: "Pelataran bahari". Ini menambah ikon baru bagi Makassar.


Benteng Fort Rotterdam



Benteng Fort Rotterdam  merupakan peninggalan sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo yang terletak di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada 1545 oleh Raja Gowa ke-10 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung dengan gelar Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Pada awalnya, benteng ini berbentuk segi empat seperti ciri khas benteng Portugis. Namun, ketika Kerajaan Gowa-Tallo menyerah setelah menandatangani Perjanjian Bongaya pada abad ke-17, Benteng Fort Rotterdam jatuh ke tangan Belanda dan dibangun kembali oleh VOC menjadi seperti sekarang ini.
Penyerahan ini adalah bagian dari Perjanjian Bongaya yang terpaksa ditandatangani Sultan Hasanuddin setelah kalah dalam Perang Makassar. Setelah jatuh ke tangan Belanda, Benteng Ujung Pandang kemudian diganti namanya menjadi Benteng Fort Rotterdam, sesuai nama kelahiran Speelman. Speelman kemudian membangun kembali benteng yang sebagian bangunannya telah hancur dengan gaya arsitektur Belanda. Sejak saat itu, Benteng Fort Rotterdam menjadi pusat kekuasaan kolonial Belanda di Sulawesi.



Read More …






 

Read More …